NGAWI,iNewsNgawi.id - Nenek Mujirah ( 60 ) duduk diatas kursi kayu menghadap etalase kaca yang sudah kusam, dari toko kelontong miliknya yang berukuran 3 x 6 meter persegi dan menyatu dengan rumahnya di Jl.Ahmad Yani kota Ngawi.
Beberapa bungkus rokok yang dijual ecer, 6 galon air mineral dan 8 gas elpiji tabung melon adalah dagangan terakhir yang bisa ia jual dalam 5 tahun terakhir.
Dibantu anaknya Junaidi Suntoro ( 40 ), Mujirah bertahan menghidupkan tokonya meski hanya melayani pelanggan setia dari para PKL atau para tukang becak yang mangkal di sekitar toko.
"15 tahun lalu toko kami adalah satu satunya toko disekitar sini, dan menjadi jujugan para tamu hotel," kata Junaidi mengawali kisah masa kejayaan toko orang tuanya.
"Toko kami terkenal dikalangan para pekerja sales dan sopir selain para warga di sekitar sini, kebutuhan menginap mulai.dari rokok, perlengkapan mandi hingga jajanan dan air minum bisa didapatkan lengkap dari toko kami," kata Junaidi.
Toko Mujirah berada di seberang sebuah Hotel Kelas melati yang sering digunakan menginap para pekerja jasa ekpedisi, sales produk yang singgah di Ngawi dan lokasinya tidak jauh dari perempatan Kartonyono.
"Namun kejayaan itu sirna tidak lebih dari dua tahun, kondisi toko kami seketika mati suri hingga seperti yang terjadi sekarang, ini karena rumah makan yang ada disebelah toko kami berganti menjadi minimarket modern," ungkap Junaidi kepada iNewsNgawi.id, ( 8 /3/2023) sambil membantu Mujirah membersihkan etalase kaca yang sudah kosong tanpa barang dagangan.
Alasan Mujirah tak menutup usahanya karena toko ini adalah satu satunya yang tersisa dalam masa senjanya, sedangkan Junaidi anak pertamanya mengais rejeki dengan membuka praktek service radiator di depan rumah.
"Dulu depan toko kami sering penuh kendaraan para pembeli, bahkan sering ramai pada malam hari saat para sopir ekpedisi yang menginap.di hotel berdatangan. Kini kami sudah tidak.punya harapan lagi terhadap toko ini, hanya demi ibu agar tidak kesepian," ujar Junaidi dengan pandangan kosong.
Pengakuan Junaidi ini bertepatan 2 tahun dengan tanggal Bupati Ngawi Ony Anwar Harsono menandatangani terbitnya Peraturan Bupati ( Perbup) No 11 Tahun 2021 Tentang Peraturan Pelaksanaan Perda Ngawi No 14 Tahun 2016 Tentang Tanggung Jawab Sosial Perusahaan atau corporate social responsibility ( CSR ).
Perbup ini tidak lain mengatur tentang CSR yang diberikan oleh mitra Pemkab Ngawi yaitu perusahaan swasta maupun BUMN / D Provinsi. Perbup ini lahir diharapkan untuk merapikan aliran dana / pengadaan barang / jasa dari CSR yang selama ini disinyalir masuk kedalam 'kantong gelap'.
"Perbup ini akan kita jadikan titik tolak kedepanya, saat ini yang kami lakukan baru kordinasi awal karena saat ini masih berjalan sendiri-sendiri di OPD," kata Kepala Bidang Penelitian dan Pengembangan Bappeda Ngawi, Nurul Hasana Sofyanthi Awuy, ( 30/3/2023).
"Jadi nanti akan kita rangkai menjadi satu agar lebih jelas pendanaanya kearah mana dan kegunaanya seperti apa," papar Nurul.lebih lanjut.
Lalu kenapa setelah 2 tahun sejak diundangkan oleh Sekertaris Daerah Moch.Sodiq Triwidiyanto ( 8/3/2021) Perbup ini belum terlihat pemberlakuanya?.
Disebutlah dalam pasal 9 dari Perbup itu adalah Forum Tanggung Jawab Sosial Perusahaan ( TJSP ) yang beranggotakan semua perusahaan di Ngawi.
"Turunan dari Perbup ini adalah pembentukan Forum TJSP dan tim monitoring dan evaluasi ( monev ) yang berasal dari BAPPEDA dan lintas sektor, yang akan mengkaji bagaimana cara mekanisme pemberian CSR," pungkas Nurul.
Pembentukan Forum TJSP dan tim monev yang muaranya ada di tangan Sekda, bisa saja alot jika muncul sarat kepentingan didalamnya. Lalu akankah hasil dari CSR yang ada Perbup no 11 Tahun 2021 ini bisa dirasakan masyarakat seperti Mujirah dan Junaidi?.
Editor : Asfi Manar