MAGETAN, iNewsNgawi.id - Terinpirasi moda transportasi nenek moyang kampung halamannya dan ingin tampil beda, seorang warga desa Taman Arum kecamatan Parang bernama Gilang ( 40 ), memeriahkan tradisi ngabuburit berkeliling desa dengan menunggang hewan sapi.
Menurut Gilang, cara unik menunggu buka puasa ini untuk mencari pembeda dan menjadi sensasi tersendiri. Selain itu dirinya terinpirasi dari moda tranportasi nenek moyang di desanya yang menggunakan hewan ternak sapi untuk berpergian.
"Mumpung momen bulan puasa, dimana yang lainya naik motor ataupun sepeda, saya lebih memilih naik sapi saat jalan jalan menunggu buka puasa, cari sensasi baru-lah, biar beda" kata Gilang di kandang sapi miliknya.
"Apalagi saya ingin melestarikan budaya nenek moyang kita dahulu yang menggunakan hewan sapi untuk tranportasi," imbuh Gilang.
Layaknya kuda tunggangan dua ekor sapi yang diberi nama Pablo ( 1.5 tahun ) dan Diablo ( 2.5 tahun ) ini juga dilengkapi dengan pelana dan tali pengendali berikut kalung lonceng yang melingkar di leher sapi berbobot lebih dari dua kuintal tersebut.
Meski tidak selazim hewan kuda, namun hewan sapi jenis PO Kebumen ini mampu berjalan dengan jinak dan mengikuti kemanapun arah yang diinginkan, karena sengaja dilatih sejak kecil.
Agar hewan sapinya tidak stres dan terjaga staminanya, Gilang juga memberikan perawatan khusus seperti pemberian jamu secara teratur.
"Biar kuat dan sehat saya juga melakukan perawatan khusus semisal memberi jamu setiap sebulan sekali," ungkapnya.
Meski banyak orang yang berminat untuk membelinya, Gilang mengaku belum ada niatan untuk menjualnya karena rasa sayang dari keunikan sapinya tersebut.
"Yang menawar sapi ini sudah banyak namun saya belum berniat menjualnya," pungkas Gilang yang mengaku sempat ditawar hingga 32 juta untuk masing masing sapi.
Editor : Asfi Manar
Artikel Terkait
