NGAWI,iNewsNgawi.id - Merasa terpanggil untuk menjadi bagian dari partisipatif pengawas demokrasi dan demi melaksanakan amanat Undang- Undang Pemilu, sekelompok orang mendeklarasikan diri sebagai Warga Pengawas Netralitas ( WPN ).
Berangkat dari seringnya melakukan diskusi ringan di kafe pelataran kantor KPH Ngawi tentang fenomena politik terutama di Kabupaten Ngawi dan sekitar, belasan orang yang berasal dari lintas profesi ini, mulai dari pengacara, LSM, hingga beberapa jurnalis ini, mendeklarasikan berdirinya WPN Kabupaten Ngawi, (12/12/2023).
"Ini adalah panggilan amanat undang-undang bagaimana warga wajib berpartisipasi mengawal, mengawasi jalanya demokrasi dalam pemilu terutama tentang netralitas," kata juru bicara WPN Kabupaten Ngawi, Agus Muhamad Fathoni ( Atong ), dalam keteranganya menjawab maksud dan tujuan dari berdirinya WPN.
Atong kemudian juga memaparkan ditengah sambutanya kepada anggota lain yang berseragam serba hitam berlogo WPN di kafe itu, jika peran mereka salah satunya adalah menampung temuan pelanggaran pemilu oleh warga yang merasa apriori jika menyampaikanya ke Bawaslu, selain temuan anggotanya yang diklaim hingga tingkat TPS.
"Harapanya wadah ini efektif bagi patisipasi warga untuk mengawal jalanya demokrasi sampai ke tingkat TPS, terutama dari warga gen Z yang antusias menyambut kami,"lanjutnya kemudian.
"Warga atau anggota WPN tidak perlu terlalu responsif jika melihat ketidak netralan yang dilakukan oknum atau pihak yang mengganggu jalanya pemilu, cukup ambil foto atau video laporkan lokasi kejadianya melaui aplikasi digital yang kita siapkan, tinggal klik, kemudian langsung kita sampaikan ke Bawaslu, toh ujungnya kita juga berkordinasi dengan mereka," pungkas Atong yang mengklaim WPN sudah juga didirikan di beberapa daerah lain seperti Nganjuk, Magetan, Madiun, Bojonegoro, Mojokerto dan sebagian di Provinsi Jawa Tengah.
Lalu bagaimana sosok WPN di mata Bawaslu Ngawi?. Ketua Bawaslu Ngawi, Yohanes Pradana Vidyakusdanarko ( Danar ) partisipasi masyarakat dalam mengawal pemilu di kelompokan kedalam dua kategori yaitu kelompok partisipasi masyarakat dan lembaga pemantau pemilu, dan menurutnya itu diperbolehkan oleh undang undang.
"Kami mengapresiasi dan menyambut baik jika ada kelompok masyarakat yang ingin berpartisipasi mengawal jalanya pemilu, karena hal itu masuk dalam kerangka pengawasan partisipatif, namun hendaknya semua temuan pelanggaran tetap disampaikan kepada kami," kata Danar yang mengaku belum menerima pihak WPN untuk berkordinasi.
"Yang patut dilihat yaitu ada hal yang berbeda antara kerangka pengawasan partisipatif dan pemantau pemilu, dimana pengawasan partisipatif sifatnya umum dan normatif, tapi untuk pemantau pemilu dia nanti akan lebih detail dan bisa masuk kedalam TPS dimana pemantau pemilu memiliki badan hukum dan terverifikasi oleh kami apakah lembaga itu bisa netral untuk menjadi pemantau pemilu," terang Danar lebih jauh menjelaskan yang diperbolehkan masuk TPS adalah KPPS, pengawas TPS, saksi parpol dan ditambah pemantau pemilu jika ada.
Menaggapi sikap apriori masyarakat kepada Bawaslu sehingga menjadi alasan lain dari berdirinya WPN, Danar bisa memaklumi karena penindakan kepada pihak yang diduga melakukan pelanggaran kurang terpublishkan, sehingga masyarakat memiliki pandangan yang berbeda.
Danar kemudian mencontohkan baru saja memanggil tim sukses salah satu caleg DPR RI yang berkampanye di Ngawi yang diduga menyalahi aturan.
"Kami meminta klarifikasi kepada mereka tentang kapasitas gedung yang digunakan, menyertakan anak dibawah umur, serta penggunaan APK ( sembako ) yang tidak sesuai aturan, itu salah satunya," pungkas Danar tanpa menyebut peristiwa kampanye yang dimaksud, namun terjadi digedung pertemuan Eka Kapti Ngawi minggu lalu.
Bawaslu Ngawi masih membuka pintu bagi kelompok masyarakat yang ingin berpatisi sebagai lemabaga pemantau pemilu hingga 7 Februari 2024 mendatang, Kini tinggal langkah para deklarator WPN apakah akan menjadi lemabaga pemantau pemilu atau kelompok partisipatif warga pengawas pemilu biasa?.
Editor : Asfi Manar
Artikel Terkait