NGAWI, iNewsNgawi.id - Ebeh adalah penebang kayu ( blandong ) yang menjadi buron Satreskrim Polres Ngawi setelah namanya disebut oleh tiga orang pelaku ilegal loging beberapa saat setelah ditangkap buser gabungan Satreskrim Polres Ngawin 14 April lalu.
Mereka dicokok karena terbukti melakukan penebangan ilegal di Petak 82 B RPH Ngantepan BKPH Getas, desa / kecamatan Pitu.
Ketiga orang yang pelaku itu adalah Laniyanto ( 43), Ahmad Senen (.42 ) dan Ngatio ( 39), ketiganya warga Selopuro kecamatan Pitu.
Lebih dari sebulan berlalu, buron ini dan empat lainya masih belum tertangkap. Ebeh-lah yang diduga otak penebangan liar itu, diawali dari sejak menghubungi Laniyanto untuk melakukan penebangan dilokasi tersebut. Tidak berselang lama maka berkumplah 7 orang termasuk Ebeh dan Laniyanto melakukan penebangan dengan menggunakan empat bilah gergaji manual hingga waktu istirahat siang, dan hasilnya langsung dibawa dengan sepeda motor disembunyikan di suatu tempat di desa Pitu.
Usai istirahat di rumahnya masing - masing, kawanan itu kemudian kembali melakukan penebangan bergeser tidak jauh dari lokasi semula, hanya kali ini menggunakan dua gergaji mesin yang dibawa pelaku Ngatiyo untuk mepercepat penebangan.
Saat sesi penebangan kedua inilah yang kepergok oleh petugas hingga tiga orang diantara mereka berhasil diamankan dan lainya berhasil kabur dan kini menjadi buron.
Siapa sosok Ebeh yang bernama asli Pariyono warga desa Kalikangkung kecamatan Kradenan Kabupaten Blora, diungkap oleh Wakil Admistratur Bidang Kordinator Keamanan KPH Ngawi , Didik Burhanudin karena keganasan perusakan sudah tersohor sejak dirinya menjabat sebagai mantri RPH Plumbon kabupaten Blora tahun 2021 lalu.
"Antara RPH Plumbon dan RPH Ngatepan itu ada sebuah desa bernama Kalikangkung, warga desa ini sebagian besar hidupnya bergantung dari hutan , namun ada juga yang menggantungkan ekonominya dari hasil ilegal loging, itulah salah satu tantangan terberat kami dibidang keamanan adalah menghadapi pencurian kayu oleh warga desa tersebut," kata Didik mengawali cerita dari buron yang sudah incaranya sejak 2021 lalu kepada iNewsNgawi.id (20/5).
"Saat itu tokoh utamanya adalah seorang warga bernama Kuat yang merupakan kakak Ebeh, karena faktor usia Kuat sekarang tidak lagi ke hutan karena sakit sakitan," lanjutnya sembari mengingat keluhan pemerintahan desa ( Kades ) Kalikangkung mengatasi perilaku warganya.
"Yang kami sayangkan hasil kejahatan tidak digunakan untuk memperbaki ekonomi keluarga namun untuk mabuk dan main perempuan, bahkan jargon para warga itu pantang pulang kalau tanpa hasil atau mendapat olokan," ungkapnya kemudian.
"Dulu mereka masih memilih pohon ( saat mencuri ) , mana yang terbesar dan bisa diangkut sepeda motor akan mereka ambil, namun kini info yang saya dapatkan dari lapangan, polanya bukan pencurian lagi namun sudah mengarah kepengrusakan, banyak pohon kecil juga ikut dibabat namun tak diangkut, dibiarkan berserakan," paparnya merujuk temuan dari tim Forest Ranger, sebuah tim khusus yang dibentuknya sejak ia ditugaskan di KPH Ngawi September 2023 lalu.
"Kami menemukan bibit tebu dilahan yang dibabat itu," kata Didik geram,
"Memang lahan sasaran operandi Ebeh itu sekarang pengelolaanya oleh UGM, namun aset pohon yang diatasnya masih milik kami, " terang Didik mengenai lahan seluas 10,9 ribu hektar di Bagian Kesatuan Pengelolaan Hutan (BKPH) Getas dimana didalamnya ada RPH plumbon dan RPH Ngatepan yang kini menjadi Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus ( KHDTK ) oleh Universitas Gajah Mada.
Lain dari itu, Didik juga menduga Ebeh memiliki jaringan antar kawanan blandong yang sering melakukan pencurian kayu jati di KPH Ngawi.
Meski sosok Ebeh belum tertangkap, proses hukum Laniyanto dan kawananya masih berlanjut dan ditangani oleh u
Unit 2 Pidsus Satreskrim Polres Ngawi.
"Ketiganya akan dikenakan pasal 82 dari Undang Undang no 18 tahun 2013 tentang pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan yang diubah dalam pasal 36 UU no 6 tentang Cipta Kerja, dengan acaman penjara maksimal 5 tahun,"kata Kapolres Ngawi AKBP Argo Wiyono dalam pers rilis di Maplores Ngawi, 17 Mei 2024 lalu.
Editor : Asfi Manar
Artikel Terkait