NGAWI,iNewsNgawi.id - Warga desa Turi kecamatan Kwadungan Jumat siang (18/10) digemparkan dengan keberadaan seorang remaja berinisial B-Y, yang penuh luka disekujur tubuh diduga akibat penganiayaan.
Remaja berusia 16 tahun itu mulanya mendatangi salah satu rumah warga untuk minta makan dan minum karena mengaku sudah tiga hari menahan lapar.
Kepala dusun desa Turi, Suparlan mengungkapkan jika remaja itu adalah seorang santri pondok pesantren Nurus Shobah, desa Gandri kecamatan Pangkur yang nekat kabur setelah disel oleh pihak pondok akibat tidak mau sholat berjamaah dan beberapa kegiatan pondok, serta tuduhan mencuri uang.
"Saya mendapat laporan dari pak RT dan pak RW jika ada anak pondok melarikan diri, dengan kondisi ketakutan dan mengaku dianiaya," kata Suparlan ketika dihubungi iNewsNgawi.id, ( 22/10).
Suparlan juga menggambarkan kondisi psikis serta luka bekas bekas cambukan di punggung remaja tersebut.
"Setiap kali ada sepeda motor melintas, santri itu seperti ketakutan bahkan sempat lari ke lahan jagung karena mengira pihak pondok yang tengah mencarinya," tutur Suparlan menceritakan menit menit awal ketika para warga meminta keterangan B-Y.
"Melihat kejanggalan itu, kami minta agar B-Y membuka baju, dan terlihatlah oleh kami di sekujur punggunya, leher, luka semua" katanya sambil mengungkap penolakan B-Y ketika ditawari untuk diantar kembali ke pondok.
"Lebih baik saya mati dari pada diantar kembali ke pondok," tiru Suparlan dari perkataan B-Y.
Lebih jauh Suparlan juga mengisahkan pengakuan B-Y jika penganiayaan itu dilakukan oleh oknum pengasuh pondok dihadapan para santri yang lain.
"Dia mengaku dianiaya oleh pengasuhnya dengan menggunakan selang air dan kabel dihadapan para santru serta di-sel selama tiga hari tiga malam," lanjut Suparlan yang menduga penganiayaan itu dilakukan lebih dari satu kali.
"Bagi kami para warga apakah pengakuan B-Y tersebut betul atau tidak, tapi cara penyelesaianya ( tuduhan) tidak betul, hingga kami berinisiatif untuk mengantarkan pulang ke rumah orang tuanya," jelas Suparlan bersama para pengurus lingkungan saat mengantarkan santri malang tersebut ke rumah orang tuanya di desa Ngadiluwih kecamatan Kedunggalar.
Cerita Suparlan ini ketika dikonfirmasi ke pengasuh Pondok Pesantren Nurus Shobah, Choirul Fuad, terkesan berbelit saat memberi penjelasan, hanya membenarkan jika B-Y menghilang ketika sholat Jumat.
"Terkait masalah ini kami sudah menyelesaikan masalah ini dikepolisian, terkait info lebih lanjut silahkan ke Polsek karena disana sudah ada klausal yang dapat dibaca," kata Fuad yang menjelaskan keberadaan B-Y dipondoknya baru tiga bulan, sebagai siswa kelas satu SMK di Caruban.
Fuad mengaku tidak mengetahui asal luka yang ada ditubuh B - Y, hanya dia mengaku terus menjalin komunikasi dengan keluarganya pasca B-Y kabur dari pondok.
"Tidak tahu ( penyebab luka ), hanya saya terus WA-nan dengan keluarganya, dan itu sudah selesai," kilahnya karena pihaknya belum sempat mendatangi keluarga B -Y karena kesibukan pondok.
Baru kemudian setelah didesak, Fuad baru mengakui jika luka itu benar berasal dari pondok, dengan beberapa kali Fuad mengalihkan pembicaraan dengan menunjukan tidak adanya ketegangan diantara para santri terkait dugaan kekerasan didalam pondok.
"Dari pondok ( luka B-Y), pondok jelas mengiyakan luka itu, yang jelas ada luka dan itu wallahuallam ( penyebab luka), semua sudah selesai," tegas Fuad sembari menolak berkomentar adanya dugaan pencurian.sebagai akar dari kaburnya B-Y.
"Kalau kami keras dalam pendidikan kenapa keluarga memaksa kami untuk wajib memerima kembali jika sudah sembuh," merujuk klausal perjanjian di Polsek Pangkur, ketika dipertemukan dengan keluarga yang berujung perjanjian damai.
Namun hingga berita ini diturunkan, pihak keluarga belum mau memberikan pernyataan karena masih shock dan fokus terhadap penyembuhan luka B-Y dan adanya kemungkinan patah tulang pada bagian pinggang.
Editor : Asfi Manar
Artikel Terkait